Tuesday, June 12, 2012

Bahan Kimia pada Pembalut Sekali Pakai

Bahan kimia yang digunakan dalam pembalut, tampon dan popok telah memunculkan keprihatinan di seluruh dunia. Hal ini disebabkan pertanyaan-pertanyaan tentang keamanan menggunakan banyak produk komersial yang tersedia yang telah diproduksi dalam suatu proses yang menggunakan bahan kimia serta isu-isu lingkungan untuk membuang bahan-bahan kimia tersebut. Karena faktor risiko yang potensial tersebut, beberapa wanita memilih pembalut dengan bahan-bahan organik sebagai alternatif dan lainnya telah memutuskan untuk menggunakan pembalut kain yang dapat digunakan kembali.

Dioksin

House Resolution (HR) 890, nama Tampon Safety and Research Act of 1999 melaporkan bahwa "Dioxin adalah hasil sampingan dari proses beaching klorin yang digunakan dalam pembuatan produk kertas, termasuk tampon, pembalut, panty liners dan popok." Mereka lebih lanjut menunjukkan efek dioksin bersifat kumulatif dan dapat tinggal di dalam tubuh selama 20 tahun setelah paparan. WHO mengkategorikan dioksin sebagai salah satu "dirty dozen - Kelompok bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai polutan organik yang persisten". Dioksin adalah karsinogen manusia yang diketahui.
 Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) telah mempelajari dioksin dan menunjukkan bahwa masalah terbesar dengan dioksin adalah dari makanan, bukan tampon atau pembalut saniter. Dalam studi yang dipublikasikan oleh EPA pada tahun 2002, menyatakan, "Meskipun dioksin ditemukan dalam sejumlah pembalut yang terbuat dari kapas dan produk pulp, paparan dioxin melalui tampon dan popok tidak secara signifikan berkontribusi pada paparan dioksin di Amerika Serikat."

Zat Kimia Lainnya

Masih kerabat dekat dioksin, furan, juga ditemukan dalam produk kertas yang telah di-bleaching, termasuk pembalut, popok dan tampon sekali pakai. Sebuah studi dari Korea memaparkan zat kimia yang ditemukan pada pembalut dan tampon di seluruh dunia. Sementara hasil bervariasi dengan produk yang berbeda, dioksin octachlorinated (OCDD), hexachlorodibenzofuran (HxCDF) dan okta-chlorodibenzofuran (OCDF) yang terdeteksi. Ini semua adalah zat berracun yang dilarang.
 Menurut HR 890, "Studi independen tahun 1991 menemukan bahwa tampon umumnya mengandung satu atau lebih dari zat aditif berikut: Senyawa Klor, peningkat daya serap (seperti surfaktan, misalnya polisorbat-20), serat alami dan sintetis (seperti katun, rayon, poliester, dan poliakrilat), deodoran, dan wewangian. "

Saran

House Resolusi 373, sebutan untuk pengaturan keselamatan tampon, diperkenalkan di Kongres pada Januari 2003 oleh Kongres Maloney Distrik 14 New York. Undang-undang ini mengarahkan Institut Kesehatan "untuk penelitian risiko kesehatan bagi perempuan --- termasuk endometriosis dan kanker payudara, ovarium, dan leher rahim --- dari kehadiran dioksin, serat sintetis, dan bahan tambahan lainnya dalam produk  pembalut."
 Asosiasi Endometrioses dalam laporan mereka menunjukkan, "Sampai penelitian berhasil menangani risiko, para ahli kesehatan menyarankan pembalut yang tidak di-bleaching, pembalut kapas yang organik dan tampon (tanpa aplikator plastik)."


Referensi
  • CMAJ JAMC: Contact dermatitis associated with the use of Always sanitary napkins.
  • Women's Cancer: Tampon Safety and Research Act of 1999
  • Pub Med: Exposure assessment to dioxins from the use of tampons and diapers.
  • World Health Organization: Dioxins and their effects on human health
  • Endometriosis Association: Endometriosis & Dioxins

diterjemahkan dari: http://www.livestrong.com/article/108477-chemicals-sanitary-pads/



No comments:

Post a Comment